ASAL-USUL TEBENTUKNYA KABUPATEN PATI
Kabupaten
Pati merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang terletak di
sebelah barat kabupaten Kudus dan Jepara, kabupaten Rembang disebelah
timurnya, serta kabupaten Blora dan Grobogan berada di sebelah
selatannya. Selain itu, disebelah utara juga berbatasan dengan Laut
Jawa. Dengan kondisi geografis yang sebagian besar merupakan dataran
rendah membuat kabupaten pati kaya akan hasil taninya. Selain itu juga
terdapat rangkaian pegungungan kapur utara yang membentang di bagian
selatan perbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora.
Kabupaten yang terkenal dengan produksi kacangnya ini ternyata mempunyai sejarah yang menarik. Sejarah
Kabupaten Pati berpangkal tolak dari beberapa gambar yang terdapat pada Lambang Daerah
Kabupaten Pati
yang sudah disahkan dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1971 yaitu
Gambar yang berupa: “KERIS RAMBUT PINUTUNG DAN KULUK KANIRAGA”. Menurut
cerita rakyat dari mulut ke mulut yang terdapat juga pada kitab
Babat Pati
dan kitab Babat lainnya dua pusaka yaitu “KERIS RAMBUT PINUTUNG DAN
KULUK KANIRAGA” merupakan lambang kekuasan dan kekuatan yang juga
merupakan simbul kesatuan dan persatuan. Barangsiapa yang memiliki dua
pusaka tersebut, akan mampu menguasai dan berkuasa memerintah di Pulau
Jawa. Adapun yang memiliki dua pusaka tersebut adalah
Raden Sukmayana penggede Majasemi andalan Kadipaten Carangsoka.
Kedua
Kadipaten
tersebut hidup rukun dan damai, saling menghormati dan saling
menghargai untuk melestarikan kerukunan dan memperkuat tali
persaudaraan, Kedua adipati tersebut bersepakat untuk mengawinkan putra
dan putrinya itu. Utusan
Adipati Paranggaruda untuk meminang
Rara Rayungwulan
telah diterima, namun calon mempelai putri minta bebana agar pada saat
pahargyan boja wiwaha daup (resepsi) dimeriahkan dengan pagelaran
wayang dengan dalang kondang yang bernama “Sapanyana”.
Untuk memenuhi bebana itu,
Adipati Paranggaruda menugaskan penggede kemaguhan bernama
YuyurumpungKadipaten Carangsoka
dengan cara menguasai dua pusaka milik Sukmayana di Majasemi. Dengan
bantuan uSondong Majerukn kedua pusaka itu dapat dicurinya namun
sebelum dua pusaka itu diserahkan kepada Yuyurumpung, dapat direbut
kembali oleh Sondong Makerti dari Wedari. Bahkan Sondong Majeruk tewas
dalam perkelahian dengan Sondong Makerti. Dan Pusaka itu diserahkan
kembali kepada
Raden Sukmayana.
Usaha Yuyurumpung untuk menguasai dan memiliki dua pusaka itu gagal.
agul-agul Paranggaruda. Sebelum melaksanakan tugasnya, lebih dulu
Yuyurumpung berniat melumpuhkan kewibawaan
Walaupun demikian
Yuyurumpung tetap melanjutkan tugasnya untuk mencari Dalang Sapanyana agar perkawinan putra
Adipati Paranggaruda tidak mangalami kegagalan (berhasil dengan baik).
Pada
Malam pahargyan bojana wiwaha (resepsi) perkawinaan dapat
diselenggarakan di Kadipaten Carangsoka dengan Pagelaran Wayang Kulit
oleh Ki Dalang Sapanyana. Di luar dugaan pahargyan baru saja dimulai,
tiba-tiba mempelai putri meninggalkan kursi pelaminan menuju ke
panggung dan seterusnya melarikan diri bersama Dalang Sapanyana.
Pahargyan perkawinan antara ” Raden Jasari ” dan ” Rara Rayungwulan ”
gagal total.
Adipati Yudhapati
merasa dipermalukan, emosi tak dapat dikendalikan lagi. Sekaligus
menyatakan permusuhan terhadap Adipati Carangsoka. Dan peperangan tidak
dapat dielakkan. Raden Sukmayana dari
Kadipaten CarangsokaAdipati Paranggaruda,
Yudhapati dan putera lelakinya gugur dalam palagan membela kehormatan
dan gengsinya. mempimpin prajurit Carangsoka, mengalami luka parah dan
kemudian wafat. Raden Kembangjaya (adik kandung Raden Sukmayana)
meneruskan peperangan. Dengan dibantu oleh Dalang Sapanyana, dan yang
menggunakan kedua pusaka itu dapat menghancurkan prajurit Paranggaruda.
Untuk dapat mengembangkan pembangunan dan memajukan pemerintahan di wilayahnya
Adipati Raden Tambranegara
memindahkan pusat pemerintahan Kadipaten Pesantenan yang semula berada
di desa Kemiri menuju ke arah barat yaitu, di desa Kaborongan, dan
mengganti nama Kadipaten Pesantenan menjadi Kadipaten Pati.
Dalam
prasasti Tuhannaru, yang diketemukan di desa Sidateka, wilayah
Kabupaten Majakerta yang tersimpan di musium Trowulan. Prasasti itu
terdapat pada delapan Lempengan Baja, dan bertuliskan huruf Jawa kuna.
Pada lempengan yang keempat antara lain berbunyi bahwa : ….. Raja
Majapahit, Raden Jayanegara menambah gelarnya dengan ABHISEKA WIRALANDA
GOPALA pada tanggal 13 Desember 1323 M. Dengan patihnya yang setia dan
berani bernama DYAH MALAYUDA dengan gelar RAKAI, Pada saat pengumuman
itu bersamaan dengan pisuwanan agung yang dihadiri dari Kadipaten
pantai utara Jawa Tengah bagian Timur termasuk Raden Tambranegara
berada di dalamnya.
Raja Jayanegara dari
Majapahit
mengakui wilayah kekuasaan para Adipati itu dengan memberi status
sebagai tanah predikan, dengan syarat bahwa para Adipati itu setiap
tahun harus menyerahkan Upeti berupa bunga.
Bahwa
Adipati Raden Tambranegara juga hadir dalam pisuwanan agung di
Majapahit
itu terdapat juga dalam Kitab Babad Pati, yang disusun oleh K.M.
Sosrosumarto dan S.Dibyasudira, diterbitkan oleh Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1980. Halaman 34, Pupuh Dandanggula
pada : 12 yang lengkapnya berbunyi : ….. Tan alami pajajaran kendhih,
keratonnya ing tanah Jawa angalih Majapahite, ingkang jumeneng ratu,
Brawijaya ingkang kapih kalih, ya Jaka Pekik wasta, putra Jaka Suruh,
Kyai Ageng Pathi nama, Raden Tambranegara sumewa maring Keraton Majalengka.
Artinya Tidak lama kemudian Kerajaan Pajajaran kalah, Kerajaan Tanah Jawa lalu pindah ke
Majapahit, adapun yang menjadi rajanya adalah Brawijaya II, yaitu Jaka Pekik namanya, putranya Jaka Suruh. Pada waktu itu Kyai Ageng Pati, yang bernama Tambranegara menghadap ke Majalengka, yaitu Majapahit.
Berdasarkan hal tersebut, jelaslah bahwa Raden Tambranegara Adipati Pati turut serta hadir dalam pisowanan agung di Majapahit. Pisowanan agung yang dihadiri oleh Raden Tambranegara ke Majapahit pada tanggal 13 Desember 1323, maka diperkirakan bahwa pindahnya Kadipaten Pesantenan
dari Desa Kemiri ke Desa Kaborongan dan menjadi Kabupaten Pati itu pada
bulan Juli dan Agustus 1323 M (Masehi). Ada tiga tanggal yang baik pada
bulan Juli dan Agustus 1323 yaitu : 3 Juli, 7 Agustus dan 14 Agustus
1323.
Kemudian diadakan seminar pada tanggal 28 September 1993 di Pendopo
Kabupaten Pati yang dihadiri oleh para perwakilan lapisan masyarakat
Kabupaten Pati,
para guru sejarah SLTA se Kabupaten Pati, Konsultan, Dosen Fakultas
Sastra dan Sejarah UNDIP Semarang, secara musyawarah dan sepakat
memutuskan bahwa pada tanggal 7 Agustus 1323 sebagai hari kepindahan
Kadipaten Pesantenan di Desa Kemiri ke Desa Kaborongan menjadi Kabupaten Pati.
Tanggai 7 Agustus 1323 sebagai HARI JADI
KABUPATEN PATI telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor : 2/1994 tanggal 31 Mei 1994, sehingga menjadi momentum HARI JADI
KABUPATEN PATI
dengan surya sengkala ” KRIDANE PANEMBAH GEBYARING BUMI ” yang bermakna
” Dengan bekerja keras dan penuh do’a kita gali Bumi Pati untuk
meningkatkan kesejahteraan lahiriah dan batiniah “. Untuk itu maka
setiap tanggal 7 Agustus 1323 yang ditetapkan dan diperingati sebagai ”
HARI JADI KABUPATEN PATI “.
Sumber :
- http://panjitapen.wordpress.com/2008/06/16/setahun-beraksi-geng-nero-banyak-makan-korban/
- http://patikeren.blogspot.com/2007/11/sejarah-singkat-kota-pati.html